HASIL
KEBUDAYAAN ISLAM
Masjid Cheng Ho Surabaya
Masjid
Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa MuslimTionghoa yang berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya. Masjid
ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus PITI, dan
pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh
masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan
peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra’Mi’raj Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan 10 Maret2002 dan baru
diresmikan pada 13 Oktober2002.
Masjid Cheng
Ho, atau juga dikenal dengan nama Masjid
Muhammad Cheng Ho Surabaya, ialah bangunan masjid yang menyerupai kelenteng (rumah
ibadah umat Tri Dharma). Gedung ini terletak di areal komplek gedung serba guna
PITI (Pembina Imam Tauhid Islam) Jawa Timur Jalan Gading No.2 (Belakang Taman
Makam Pahlawan Kusuma Bangsa), Surabaya. Masjid ini
didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu
masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa
dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf
Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai
pelengkap bangunan masjid.Selain Surabaya di Palembang juga telah ada masjid serupa
dengan nama Masjid Cheng Ho Palembang.
SEJARAH
PENAMAAN MASJID
Nama masjid ini merupakan bentuk
penghormatan pada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di
kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin
persahabatan, juga menyebarkan agama Islam.Pada abad ke 15 pada masa Dinasti Ming (1368-1643)
orang-orang Tionghoa dari Yunnan mulai berdatangan untuk menyebarkan
agama Islam, terutama di pulau Jawa. Yang kemudian Laksamana Cheng Ho (Admiral Zhang Hee)
atau yang lebih dikenal dengan Sam Poo Kong atau Pompu Awang pada tahun 1410
dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat di pantai Simongan, Semarang. Selain itu dia juga sebagai utusan Kaisar Yung Lo
untuk mengunjungi Raja Majapahit yang juga bertujuan untuk
menyebarkan agama Islam.
Untuk mengenang perjuangan dan
dakwah Laksamana Cheng Hoo dan warga Tionghoa muslim juga ingin memiliki sebuah
masjid dengan gaya Tionghoa maka pada tanggal 13 Oktober2002 diresmikan
Masjid dengan arsitektur Tiongkok ini.Masjid Muhammad Cheng Hoo ini mampu
menampung sekitar 200 jama'ah. Masjid Muhammad Cheng Hoo berdiri di atas tanah
seluas 21 x 11 meter persegi dengan luas bangunan utama 11 x 9 meter persegi.
Masjid Muhammad Cheng Hoo juga memiliki delapan sisi dibagian atas bangunan
utama. Ketiga ukuran atau angka itu ada maksudnya. Maknanya adalah angka 11
untuk ukuran Ka'bah saat baru dibangun, angka 9
melambangkan Wali Songo dan angka 8 melambangkan Pat Kwa
(keberuntungan/ kejayaan dalam bahasa Tionghoa).
Perpaduan Gaya Tiongkok dan Arab memang menjadi ciri khas masjid ini. Arsitektur
Masjid Cheng Ho diilhami Masjid Niu Jie (Ox Street)
di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi.
Gaya Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid.
Selebihnya, hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa. Arsiteknya
Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro.Ketika melakukan kunjungan ke
Surabaya, saya dan teman-teman memasukkan masjid Cheng Ho ke dalam daftar
tempat yang wajib dikunjungi. Namun tatkala bis Bogor-Malang yang saya tumpangi
melewati daerah kabupaten Pasuruan, saya melihat bangunan bergaya khas China di
sisi jalan bertuliskan “Masjid Muhammad Cheng Ho”. Saya jadi berpikiran orang-orang
telah salah menyebut masjid Cheng Ho berada di Surabaya, padahal adanya di
kabupaten Pasuruan yang berjarak kira-kira 60 km dari Surabaya.
Berita hasil
pandangan mata saya ini saya sampaikan kepada teman-teman. Maka pada perjalanan
Malang-Surabaya, setelah sampai di Kabupaten Pasuruan, mata kami pasang ke
sebelah kiri jalan untuk mencari bangunan yang didominasi warna merah dan
hijau itu. Akhirnya setelah melewati tikungan kami bersorak karena berhasil
menemukan masjid itu. Di sana, seperti biasa, kami bernarsis ria dulu lalu
menunaikan sholat. Lega rasanya bisa mengunjungi tempat yang kami incar selama
kami udar ider di Jatim.Pada malam terakhir di Surabaya, seorang teman baru ngeh ada peta tempat wisata Surabaya di
penginapan. Yang mengagetkan kami ternyata di peta dicantumkan Masjid Cheng Ho.
Berarti masjid Cheng Ho itu ada dua! Pagi-pagi di hari kepulangan ke Bogor,
didampingi seorang teman di Surabaya sambil berjalan kaki hampir satu jam
karena susahnya angkot di Surabaya, kami memaksakan diri untuk mengunjungi
Masjid Cheng Ho Surabaya. Akhirnya kami bisa melihat masjid yang kami cari.
Masjid Cheng Ho Surabaya ukurannya kecil bila dibandingkan dengan yang di
Pasuruan. Hanya sebentar kami di sana dan sempat mengobrol sebentar dengan
pengurus masjid di sana. Menurut pak pengurus, Masjid Cheng Ho yang ada di
Pasuruan adalah milik pemda Pasuruan, sedangkan yang ada di Surabaya adalah
milik organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).
Namun,
ternyata Masjid Cheng Ho tidak hanya ada di Surabaya dan Pasuruan saja, tapi
ada juga di Palembang. Saya jadi penasaran mengapa sampai ada tiga masjid yang
diberi nama Cheng Ho. Sebelumnya saya tahu nama Cheng Ho berkaitan dengan
Klenteng Sam Poo Kong Karena di depan klenteng yang terletak di Semarang ini
berdiri Cheng Ho dalam bentuk patung.Cheng Ho atau Zheng He lahir pada tahun
1371adalah seorang laksamana agung China, seorang diplomat dan penjelajah
samudera yang pertama di dunia. Lahir dari keluarga muslim di mana ayah dan
kakeknya sudah berhaji.
Pada tahun
1381 atau pada saat usia 10 tahun, Cheng Ho ditangkap oleh tentara Dinasti Ming
saat pembersihan sisa-sisa keruntuhan Dinasti Yuan. Lalu ia dijadikan kasim dan
menjadi abdi istana Pangeran Zhu Di, putra ke-4 pendiri Dinasti Ming. Saat di
istana ia dapat memikat hati Pangeran Zhu Di karena loyalitas dan kecakapannya.
Lalu ia diangkat menjadi pengawal pribadinya dan mendampingi sang pangeran di berbagai
pertempuran hingga akhirnya Zhu Di menjadi kaisar. Lalu karir Cheng Ho pun
melejit karena integritas serta kecakapanya dalam berpolitik dan berdiplomasi
juga ahli dalam urusan militer.
Jauh sebelum
penjelajahan samudera yang dilakukan Columbus pada tahun 1493, antara tahun
1405 and 1433 Cheng Ho diperintahkan melakukan penjelajahan samudera untuk
mempropagandakan kejayaan Dinasti Ming, menyebarluaskan pengaruh politik ke
negeri asing serta mendorong perniagaan Tiongkok. Dalam majalah Star Weekly HAMKA
pernah menulis, “Senjata alat pembunuh tidak banyak dalam kapal itu, yang
banyak adalah ’senjata budi’ yang akan dipersembahkan kepada raja-raja yang
diziarahi.
Cheng Ho
mampu mengorganisir 317 armada kapal dengan awak kapal sebanyak 28,000 orang.
Tak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah
disinggahinya. Armada tempurnya digunakan untuk menyingkirkan kekuatan yang
menghalangi perniagaan, bukan untuk invasi atau menjajah bangsa lain. Tercatat
ia telah 7 kali mengunjungi nusantara. Saat menyusuri Laut Jawa, Wang Jinghong
(orang kedua dalam armada itu) sakit keras. Lalu armada segera berlabuh di
Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat
pondokan. Wang akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga
Tionghoa di sana. Wang juga mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung serta
membangun kelenteng Sam Po Kong.
Dari peta
jelajah samuderanya, bisa kita lihat Cheng Ho telah singgah di Nusantara, yaitu
di Palembang dan Jawa. Maka tidak aneh bila masyarakat membangun masjid dengan
nama dan gaya khas China dalam rangka mengenangnya.
Sumber:
Selasa, 10 april 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Cheng_Ho_Surabaya
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusaq tau kmu udah tenang di sana ,, dan telah mulai melupakan nama ni,, aq juga senang kalo memang dsana kmu baik2 saja, hanya saja aq merasa butuh di maafkn
BalasHapussuatu kebahagiaan buat aq bisa di maafkan oleh mu..
ni mungkin sangat mengganggu , tpi mohon, aq km mf kn