Rabu, 23 Mei 2012


HASIL KEBUDAYAAN ISLAM


Masjid Cheng Ho Surabaya
Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa MuslimTionghoa yang berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus PITI, dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra’Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan 10 Maret2002 dan baru diresmikan pada 13 Oktober2002.
Masjid Cheng Ho, atau juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya, ialah bangunan masjid yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Gedung ini terletak di areal komplek gedung serba guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam) Jawa Timur Jalan Gading No.2 (Belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa), Surabaya. Masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.Selain Surabaya di Palembang juga telah ada masjid serupa dengan nama Masjid Cheng Ho Palembang.
SEJARAH PENAMAAN MASJID
Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam.Pada abad ke 15 pada masa Dinasti Ming (1368-1643) orang-orang Tionghoa dari Yunnan mulai berdatangan untuk menyebarkan agama Islam, terutama di pulau Jawa. Yang kemudian Laksamana Cheng Ho (Admiral Zhang Hee) atau yang lebih dikenal dengan Sam Poo Kong atau Pompu Awang pada tahun 1410 dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat di pantai Simongan, Semarang. Selain itu dia juga sebagai utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi Raja Majapahit yang juga bertujuan untuk menyebarkan agama Islam.
Untuk mengenang perjuangan dan dakwah Laksamana Cheng Hoo dan warga Tionghoa muslim juga ingin memiliki sebuah masjid dengan gaya Tionghoa maka pada tanggal 13 Oktober2002 diresmikan Masjid dengan arsitektur Tiongkok ini.Masjid Muhammad Cheng Hoo ini mampu menampung sekitar 200 jama'ah. Masjid Muhammad Cheng Hoo berdiri di atas tanah seluas 21 x 11 meter persegi dengan luas bangunan utama 11 x 9 meter persegi. Masjid Muhammad Cheng Hoo juga memiliki delapan sisi dibagian atas bangunan utama. Ketiga ukuran atau angka itu ada maksudnya. Maknanya adalah angka 11 untuk ukuran Ka'bah saat baru dibangun, angka 9 melambangkan Wali Songo dan angka 8 melambangkan Pat Kwa (keberuntungan/ kejayaan dalam bahasa Tionghoa).
Perpaduan Gaya Tiongkok dan Arab memang menjadi ciri khas masjid ini. Arsitektur Masjid Cheng Ho diilhami Masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Gaya Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid. Selebihnya, hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa. Arsiteknya Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro.Ketika melakukan kunjungan ke Surabaya, saya dan teman-teman memasukkan masjid Cheng Ho ke dalam daftar tempat yang wajib dikunjungi. Namun tatkala bis Bogor-Malang yang saya tumpangi melewati daerah kabupaten Pasuruan, saya melihat bangunan bergaya khas China di sisi jalan bertuliskan “Masjid Muhammad Cheng Ho”. Saya jadi berpikiran orang-orang telah salah menyebut masjid Cheng Ho berada di Surabaya, padahal adanya di kabupaten Pasuruan yang berjarak kira-kira 60 km dari Surabaya.
Berita hasil pandangan mata saya ini saya sampaikan kepada teman-teman. Maka pada perjalanan Malang-Surabaya, setelah sampai di Kabupaten Pasuruan, mata kami pasang ke sebelah kiri jalan untuk mencari bangunan yang didominasi warna merah dan hijau itu. Akhirnya setelah melewati tikungan kami bersorak karena berhasil menemukan masjid itu. Di sana, seperti biasa, kami bernarsis ria dulu lalu menunaikan sholat. Lega rasanya bisa mengunjungi tempat yang kami incar selama kami udar ider di Jatim.Pada malam terakhir di Surabaya, seorang teman baru ngeh ada peta tempat wisata Surabaya di penginapan. Yang mengagetkan kami ternyata di peta dicantumkan Masjid Cheng Ho. Berarti masjid Cheng Ho itu ada dua! Pagi-pagi di hari kepulangan ke Bogor, didampingi seorang teman di Surabaya sambil berjalan kaki hampir satu jam karena susahnya angkot di Surabaya, kami memaksakan diri untuk mengunjungi Masjid Cheng Ho Surabaya. Akhirnya kami bisa melihat masjid yang kami cari. Masjid Cheng Ho Surabaya ukurannya kecil bila dibandingkan dengan yang di Pasuruan. Hanya sebentar kami di sana dan sempat mengobrol sebentar dengan pengurus masjid di sana. Menurut pak pengurus, Masjid Cheng Ho yang ada di Pasuruan adalah milik pemda Pasuruan, sedangkan yang ada di Surabaya adalah milik organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).
Namun, ternyata Masjid Cheng Ho tidak hanya ada di Surabaya dan Pasuruan saja, tapi ada juga di Palembang. Saya jadi penasaran mengapa sampai ada tiga masjid yang diberi nama Cheng Ho. Sebelumnya saya tahu nama Cheng Ho berkaitan dengan Klenteng Sam Poo Kong Karena di depan klenteng yang terletak di Semarang ini berdiri Cheng Ho dalam bentuk patung.Cheng Ho atau Zheng He lahir pada tahun 1371adalah seorang laksamana agung China, seorang diplomat dan penjelajah samudera yang pertama di dunia. Lahir dari keluarga muslim di mana ayah dan kakeknya sudah berhaji.
Pada tahun 1381 atau pada saat usia 10 tahun, Cheng Ho ditangkap oleh tentara Dinasti Ming saat pembersihan sisa-sisa keruntuhan Dinasti Yuan. Lalu ia dijadikan kasim dan menjadi abdi istana Pangeran Zhu Di, putra ke-4 pendiri Dinasti Ming. Saat di istana ia dapat memikat hati Pangeran Zhu Di karena loyalitas dan kecakapannya. Lalu ia diangkat menjadi pengawal pribadinya dan mendampingi sang pangeran di berbagai pertempuran hingga akhirnya Zhu Di menjadi kaisar. Lalu karir Cheng Ho pun melejit karena integritas serta kecakapanya dalam berpolitik dan berdiplomasi juga ahli dalam urusan militer.
Jauh sebelum penjelajahan samudera yang dilakukan Columbus pada tahun 1493, antara tahun 1405 and 1433 Cheng Ho diperintahkan melakukan penjelajahan samudera untuk mempropagandakan kejayaan Dinasti Ming, menyebarluaskan pengaruh politik ke negeri asing serta mendorong perniagaan Tiongkok. Dalam majalah Star Weekly HAMKA pernah menulis, “Senjata alat pembunuh tidak banyak dalam kapal itu, yang banyak adalah ’senjata budi’ yang akan dipersembahkan kepada raja-raja yang diziarahi.
Cheng Ho mampu mengorganisir 317 armada kapal dengan awak kapal sebanyak 28,000 orang. Tak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya. Armada tempurnya digunakan untuk menyingkirkan kekuatan yang menghalangi perniagaan, bukan untuk invasi atau menjajah bangsa lain. Tercatat ia telah 7 kali mengunjungi nusantara. Saat menyusuri Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu) sakit keras. Lalu armada segera berlabuh di Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat pondokan. Wang akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa di sana. Wang juga mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung serta membangun kelenteng Sam Po Kong.
Dari peta jelajah samuderanya, bisa kita lihat Cheng Ho telah singgah di Nusantara, yaitu di Palembang dan Jawa. Maka tidak aneh bila masyarakat membangun masjid dengan nama dan gaya khas China dalam rangka mengenangnya.
Sumber:
            Selasa, 10  april 2012,http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/08/masjid-cheng-ho-dan-cheng-ho/
Selasa, 10 april 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Cheng_Ho_Surabaya